BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Spondilitis
ankilosa (SA) merupakan penyakit jaringan ikat yang ditandai dengan peradangan
pada tulang belakang dan sendi-sendi yang besar, menyebabkan kekakuan
progresif,nyeri dan dengan penyebab yang tidak diketahui. Penyakit ini dapat
melibatkan sendi-sendi perifer, sinovia, dan rawan sendi, serta terjadi
osifikasi tendon dan ligamen yang akan mengakibatkan fibrosis dan ankilosis
tulang. Terserangnya sendi sakroiliaka merupakan tanda khas penyakit ini.
Ankilosis vertebra biasanya terjadi pada stadium lanjut dan jarang terjadi pada
penderita yang gejalanya ringan. Nama lain SA adalah Marie Strumpell disease
atau Bechterew's disease.
Insidens
a.
2-10 kali lebih
banyak pada pria dibanding pada wanita
b.
Umur 15-25 tahun
c.
Lebih bayak pada
orang Eropa daripada orang Jepang dan Negro
B.
TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan umum
Untuk
mendapatkan gambaran secara umum tentang asuhan keperawatan pada pasien Spondilitis
ankilosis.
2. Tujuan khusus
a.
Mampu memahami teori tentang Spondilitis
ankilosis
b.
Mampu melakukan pengkajian pada
penderita yang menderita Spondilitis ankilosis.
c.
Mampu merumuskan diagnosa
keperawatan untuk pasien yang menderita Spondilitis
ankilosis
d.
Mampu menyusun rencana
keperawatan untuk pasien yang menderita Spondilitis
ankilosis
e.
Mampu mengaplikasikan tindakan
keperawatan yang telah dipelajari pada pasien Spondilitis
ankilosis
BAB
II
TINJAUAN TEORI
A. PENGERTIAN SPONDILITIS ANKILOSIS
Spondilitis ankilosis (SA) merupakan penyakit inflamasi
kronik, bersifat sistemik, ditandai dengan kekakuan progresif, dan terutama
menyerang sendi tulang belakang (vertebra) dengan penyebab yang tidak
diketahui. Penyakit ini dapat melibatkan sendi-sendi perifer, sinovia, dan
rawan sendi, serta terjadi osifikasi tendon dan ligamen yang akan mengakibatkan
fibrosis dan ankilosis tulang. Terserangnya sendi sakroiliaka merupakan tanda
khas penyakit ini. Ankilosis vertebra biasanya terjadi pada stadium lanjut dan
jarang terjadi pada penderita yang gejalanya ringan. Nama lain SA adalah Marie
Strumpell disease atau Bechterew's disease1-2.
Spondilitis merupakan inflamasi pada vertebra (
Spondyle),bentuk spondilitis yang paling sering terjadi adalah Spondilitis
ankilosis (SA)kadang pula disebut Spondilitis Megankilosis yang merupakan
penyakit inflamasi kronik, bersifat sistemik, ditandai dengan kekakuan
progresif, dan terutama menyerang sendi tulang belakang (vertebra)sendi
sakroiliaka serta kostovertebral ditandai oleh vertebra yang mengalami fibrosis
dan ankilosis (fiksasi tulang/kekakuan ) akibat osifikasi ligamen dan sendi,.
Penyakit ini dapat melibatkan sendi-sendi perifer, sinovia, dan rawan sendi.
Terserangnya sendi sakroiliaka merupakan tanda khas penyakit ini. Ankilosis
vertebra biasanya terjadi pada stadium lanjut dan jarang terjadi pada penderita
yang gejalanya ringan. Nama lain SA adalah Marie Strumpell disease atau
Bechterew's disease.
Penyakit ini termasuk jarang dan insidensnya sebanding
dengan artritis rematoid. Sekitar 20% donor darah dengan HLA-B27 menderita
kelainan sakroilitis. Manifestasi biasanya dimulai pada masa remaja dan jarang
di atas 40 tahun, lebih banyak pada pria daripada wanita (5 : 1). Angka
kekerapan bervariasi antara 1,0--4,7%.3-7. Dalam makalah ini, akan dibahas
penanganan spondilitis ankilosis.
B. GEJALA KLINIK
Gejala klinik
SA dapat dibagi dalam manifestasi skeletal dan ekstraskeletal. Manifestasi
skeletal berupa artritis aksis, artritis sendi panggul dan bahu, artritis
perifer, entensopati, osteoporosis, dan fraktur vertebra. Manifestasi
ekstraskeletal berupa iritis akut, fibrosis paru, dan amiloidosis2-5,7-13.
Gejala utama
SA adalah adanya sakroilitis. Perlangsungannya secara gradual dengan nyeri
hilang timbul pada pinggang bawah dan menyebar ke bawah pada daerah
paha2-5,7-13. Keluhan konstitusional biasanya sangat ringan, seperti anoreksia,
kelemahan, penurunan berat badan, dan panas ringan yang biasanya terjadi pada
awal penyakit2-5,7-13.
Manifestasi pada Tulang
Keluhan yang
umum dan karakteristik awal penyakit ialah nyeri pinggang dan sering menjalar
ke paha. Nyeri biasanya menetap lebih dari 3 bulan, disertai dengan kaku
pinggang pada pagi hari, dan membaik dengan aktivitas fisik atau bila dikompres
air panas. Nyeri pinggang biasanya tumpul dan sukar ditentukan lokasinya, dapat
unilateral atau bilateral. Nyeri bilateral biasanya menetap, beberapa bulan
kemudian daerah pinggang bawah menjadi kaku dan nyeri. Nyeri ini lebih terasa
seperti nyeri bokong dan bertambah hebat bila batuk, bersin, atau pinggang
mendadak terpuntir. Inaktivitas lama akan menambah gejala nyeri dan kaku.
Keluhan nyeri dan kaku pinggang merupakan keluhan dari 75% kasus di
klinik2-5,7-14.
Nyeri tulang
juksta-artikular dapat menjadi keluhan utama, misalnya entesis yang dapat
menyebabkan nyeri di sambungan kostosternal, prosesus spinosus, krista iliaka,
trokanter mayor, tuberositas tibia atau tumit. Keluhan lain dapat berasal dari
sendi kostovertebra dan manubriosternal yang menyebabkan keluhan nyeri dada,
sering disalahdiagnosiskan sebagai angina2-5,8-15.
Manifestasi di Luar Tulang
Manifestasi di
luar tulang terjadi pada mata, jantung, paru, dan sindroma kauda ekuina.
Manifestasi di luar tulang yang paling sering adalah uveitis anterior akut,
biasanya unilateral, dan ditemukan 25--30% pada penderita SA dengan gejala
nyeri, lakrimasi, fotofobia, dan penglihatan kabur. Manifestasi pada jantung
dapat berupa aorta insufisiensi, dilatasi pangkal aorta, jantung membesar, dan
gangguan konduksi. Pada paru dapat terjadi fibrosis, umumnya setelah 20 tahun
menderita SA, dengan lokasi pada bagian atas, biasanya bilateral, dan tampak
bercak-bercak linier pada pemeriksaan radiologis, menyerupai tuberkulosis5-7.
C. PENYEBAB/ ETIOLOGI
Penyebab tidak diketahui ,dicurigai adanya kaitannya
dengan faktor genetik , kurang lebih 90% penderita yang didiagnosa sebagai
ankilosan spondilitis juga memiliki antigen HLA-B27 positif.
D.
PATOFISIOLOGI
Spondilitis ankilosis menyerang tulang
rawan dan fibrokartilago sendi pada tulang belakang dan ligamen – ligamen para
vertebral. Apabila diskusvertebral \is juga terinvasi oleh jaringan vaskular
dan fibrosa maka akan timbul kalsifikasi sendi- sendi dan struktur artikular
.Kalsifikasi yang terjadi pada jaringan lunak akan menjembatani satu tulang
vertebra dengan vertebra lainnya.Jaringan sinovial disekitar sendi yang
terserang akan meradang .Penyakit jantung juga dapat timbul bersamaan dengan
penyakit ini.
E.
PEMERIKSAAN
FISIK
Pada
stadium awal dapat ditemukan tanda sakroilitis yang ditandai dengan nyeri tekan
pada sendi sakroiliaka. Stadium berikutnya, rasa nyeri dapat hilang karena
peradangan diganti dengan fibrosis dan atau dengan ankilosis. Pada stadium
lanjut ditemukan keterbatasan gerak vertebra ke semua arah yang dapat dinilai
dengan gerak laterofleksi, hiperekstensi, anterofleksi, dan rotasi. Uji Schober
sangat berguna untuk menilai keterbatasan sendi. Pemeriksa harus memperhatikan:
1. Spasme otot-otot
paravertebra dan hilangnya lordosis vertebra.
2. Menurunnya mobilitas spinal
ke arah anterior dan lateral.
3. Pinggang bagian bawah sukar
dibengkokkan bila membungkuk
4. Berkurangnyaekspansidada
5.Nyeri
di daerah prosesus spinosus torakolumbal, persendian sakroiliaka dan daerah
sternum, klavikula, krista iliaka, atau tumit.
Uji
Scober dilakukan dengan posisi berdiri tegak, kemudian dibuat tanda titik pada
kulit di atas prosesus spinosus vertebra lumbal lima, kurang lebih setinggi
spina iliaka posterior superior, dan titik kedua 10 cm di atas titik pertama.
Penderita diminta membungkukkan punggungnya tanpa menekuk lutut. Normalnya,
jarak kedua titik akan bertambah 5 cm atau lebih. Apabila kurang dari 15 cm
menunjukkan adanya keterbatasan gerak. Pemeriksaan ekspansi rongga dada
dilakukan dengan cara mengambil selisih jarak antara inspirasi dan ekspirasi
maksimal, diukur pada sela iga4. Normalnya, selisih ini 6—10cm.
F.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tidak ada uji diagnostik yang
patognomonik. Peninggian laju endap darah ditemukan pada 75% kasus, tetapi
hubungannya dengan keaktifan penyakit kurang kuat. Serum C reactive protein
(CRP) lebih baik digunakan sebagai petanda keaktifan penyakit. Kadang-kadang,
ditemukan peninggian IgA. Faktor rematoid dan ANA selalu negatif. Cairan sendi
memberikan gambaran sama pada inflamasi. Anemia normositik-normositer ringan
ditemukan pada 15% kasus. Pemeriksaan HLA - B27 dapat digunakan sebagai pembantu
diagnosis.
G. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Kelainan radiologis yang khas pada SA dapat dilihat pada sendi aksial,
terutama pada sendi sakroiliaka, diskovertebral, apofisial, kostovertebral, dan
kostotransversal. Perubahan pada sendi S2 bersifat bilateral dan simetrik,
dimulai dengan kaburnya gambaran tulang subkonral, diikuti erosi yang memberi
gambaran mirip pinggir perangko pos. Kemudian, terjadi penyempitan celah sendi
akibat adanya jembatan interoseus dan osilikasi. Setelah beberapa tahun,
terjadi ankilosis yang komplit.
Beratnya proses sakroilitis terdiri dari 5 tingkatan berdasarkan
radiologis, yaitu tingkat 0 (normal), tingkat 1 (tepi sendi menjadi kabur),
tingkat 2 (tingkat 1 ditambah adanya sclerosis periartikuler, jembatan sebagian
tulang atau pseudo widening, tingkat 3 (tingkat 2 ditambah adanya erosi dan
jembatan tulang), serta tingkat 4 (ankilosa yang lengkap). Akan terlihat
gambaran squaring (segi empat sama sisi) pada kolumna vertebra dan osifikasi
bertahap lapisan superfisial anulus fibrosus yang akan mengakibatkan timbulnya
jembatan di antara badan vertebra yang disebut sindesmofit.
Apabila jembatan ini sampai pada vertebra servikal, akan membentuk bamboo
spine. Keterlibatan sendi panggul memperlihatkan adanya penyempitan celah sendi
yang konsentris, ketidakteraturan subkhondral, serta formasi osteofit pada tepi
luar permukaan sendi, baik pada asetabulum maupun femoral. Akhirnya, terjadi
ankilosis tulang dan pada sendi bahu memperlihatkan penyempitan celah sendi
dengan erosi.
H. DIAGNOSIS
Agak sulit menegakkan diagnosis dini SA sebelum timbulnya deformitas yang
ireversibel. Diagnosis SA dapat ditegakkan berdasarkan Kriteria New York 1984
yang dimodifikasi
Kriteria klinis:
1. Keterbatasan gerak vertebra
lumbal terhadap bidang frontal dan sagital.
2. Nyeri pinggang bawah lebih dari
3 bulan, menjadi baik dengan latihan dan tidak hilang dengan istirahat.
3. Penurunan ekspansi dada.
Kriteria radiologis:
1. Sakroilitis bilateral tingkat
2. Sakroilitisunilateraltingkat.
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan minimal 1 kriteria radiologis
ditambah 1 kriteriaklinis
Pemeriksaan B27 tidak hanya berguna sebagai penunjang diagnosis, tetapi
juga bermanfaat dalam diagnostik awal sebelum timbulnya kelainan radiologis.
Beberapa studi menunjukkan kelompok B27 dengan gejala khas SA tanpa kelainan
radiologis (sakroilitis) sebagian besar memperlihatkan kelainan radilogis
setelah beberapa tahun kemudian.
I. PERAWATAN
1. Menghilangkan nyeri
2. Mengurangi inflamasi
3. Latihan
fisik untuk perbaikan kekuatan otot, dan memelihara postur tubuh. Latihan fisik
penting dilakukan karena penyakit ini cenderung terjadi kelainan berupa fleksi
spinal yang progresif. Oleh karena itu, otot-otot ekstensor spinal harus
diperkuat.
a. Penderita
dianjurkan tidur terlentang menggunakan kasur yang agak keras dengan sebuah
bantal tipis. Menggunakan bantal yang tebal atau beberapa bantal sebaiknya
dihindari. Pada pagi hari, mandi air hangat, diikuti latihan fisik untuk penguatan
otot-otot belakang (sesuai dengan petunjuk dokter atau dokter fisioterapi). Hal
ini sebaiknya dilakukan di rumah secara teratur. Tidur tengkurap selama
beberapa menit dilakukan beberapa kali dalam sehari merupakan tindakan yang
bermanfaat dalam menjaga pergerakan ekstensi spinal.
b. Berenang
merupakan latihan fisik yang terbaik selama otot-otot masih boleh menahan dalam
keadaan ekstensi. Fusi spinal merupakan komplikasi dari spondilitis. Karena
itu, postur harus dipertahankan dan menghindari terjadinya kontraktur dalam
posisi fleksi dari bahu dan lutut. Penderita dianjurkan setiap saat tegak,
seolah-olah tumit, bokong, pundak, bahu, dan belakang kepala selalu bersandar
pada dinding.
c. Manuver
lain yang perlu dilakukan adalah bernapas dalam dan gerakan fleksi lumbal yang
isometrik. Posisi postur tubuh harus diperhatikan setiap saat. Kursi dengan
sandaran yang keras dianjurkan, tetapi diutamakan lebih banyak berjalan dari
pada duduk.
J. PENGOBATAN
Pengobatan dengan obat anti-inflamasi nonsteroid (AINS)
untuk mengurangi nyeri, mengurangi inflamasi, dan memperbaiki kualitas hidup
penderita. Indometasin 75--150 mg perhari (Areumakin, Benocid, Dialorir,
Confortid) memegang rekor terbaik. Apabila penderita tidak mampu mentolerir
efek samping seperti gangguan lambung atau gangguan SSP berupa sakit kepala dan
pusing, maka AINS yang lain dapat dicoba.
Penderita yang tidak responsif dengan indometasin atau
AINS yang baru lainnya dapat dicoba dengan fenilbutazon 100-300 mg perhari.
Tingginya insidens agranulositosis atau anemia aplastik akibat efek samping
obat ini dibandingkan dengan AINS yang lain perlu disampaikan pada penderita.
Jumlah eritrosit dan lekosit harus selalu dimonitor.
Preparat emas dan penisilamin telah digunakan pada
penderita dengan poliatritis perifer. Publikasi studi klinik terakhir dari
sulfasalazin 2--3 gr perhari (Sulcolon tab. 500 mg) menunjukkan adanya
perbaikan, baik nyeri maupun kelainan spinal.
Bila keluhan sangat mengganggu dalam kegiatan sehari-hari
dapat dipertimbangkan untuk dilakukan artroplasti atau koreksi deformitas
spinal. Tindakan ini sangat berguna untuk mengurangi keluhan akibat deformitas
tersebut.
K. PROGNOSIS
Prognosis dari SA sangat bervariasi dan susah diprediksi.
Secara umum, penderita lebih cenderung dengan pergerakan yang normal daripada
timbulnya restriksi berat. Keterlibatan ekstraspinal yang progresif merupakan
determinan penting dalam menentukan prognosis. Beberapa survei epidemiologis
menunjukkan bahwa apabila penyakitnya ringan, berkurangnya pergerakan spinal
yang ringan, dan berlangsung dalam 10 tahun pertama maka perkembangan
penyakitnya tidak akan memberat. Keterlibatan sendi-sendi perifer yang berat
menunjukkan prognosis buruk. Sebagian besar penderita dengan SA memperlihatkan
keluhan serta perlangsungan yang ringan dan dapat dikontrol sehingga dapat
menjalankan tugas dan kehidupan sosial dengan baik.
Secara umum, wanita lebih ringan dan jarang progresif
serta lebih banyak memperlihatkan keterlibatan sendi-sendi perifer. Sebaliknya,
bamboo spine lebih sering terlihat pada pria. Terdapat dua gambaran yang secara
langsung berpengaruh terhadap morbiditas, mortalitas, dan prognosis. Keduanya
dianggap sebagai akibat dari trauma, baik yang tidak disadari maupun trauma
berat. Awalnya, terjadi lesi destruksi pada salah satu diskovertebra, biasa
terjadi pada segmen spinal yang bisa dilokalisir, dan ditandai dengan nyeri
akut atau berkurangnya tinggi badan yang mendadak. Skintigrafi dan tomografi
tulang memperlihatkan kelainan, baik elemen anterior maupun posterior.
Imobilisasi yang tepat dan diperpanjang dapat memberikan penyembuhan pada
sebagian besar kasus. Komplikasi kedua yang menyusul trauma berat maupun yang
ringan berupa fraktur yang dapat menyebabkan koropresi komplit atau inkomplit.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Prinsip penatalaksanaan pada spondilitis ankilosans
bersifat multifokal dan berkaitan dengan tahap penyakit, pada tahap awal
penyakit Asuhan keperawatan difokuskuan pada gejala yang paling dominan yaitu
nyeri punggung , sedangkan pada tahap lanjut penyakit Intervensi terarah untuk
meningkatkan pengertian tentang penyakit baik oleh penderita sendiri maupun
keluarganya.
A.
PENGKAJIAN
a. Nyeri / ketidaknyamanan
Nyeri pinggang bawah lebih dari 3 bulan, menjadi baik
dengan latihan dan tidak hilang dengan istirahat. Nyeri pinggang biasanya
tumpul dan sukar ditentukan lokasinya, dapat unilateral atau bilateral. Nyeri
bilateral biasanya menetap, beberapa bulan kemudian daerah pinggang bawah
menjadi kaku dan nyeri. Nyeri ini lebih terasa seperti nyeri bokong dan
bertambah hebat bila batuk, bersin, atau pinggang mendadak terpuntir.
Inaktivitas lama akan menambah gejala nyeri dan kaku
b. Aktivitas / istrahat
Spasme otot-otot paravertebra dan hilangnya lordosis
vertebra,Menurunnya mobilitas spinal ke arah anterior dan lateral,Pinggang
bagian bawah sukar dibengkokkan bila membungkuk.Pada stadium lanjut ditemukan
keterbatasan gerak vertebra ke semua arah yang dapat dinilai dengan gerak
laterofleksi, hiperekstensi, anterofleksi, dan rotasi.
Pasien nampak berhati – hati dalam beraktifitas ,punggung
selalu dijaga untuk tidak bergerak
B.
DIAGNOSA KEPERAWATAN :
1. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi
2. Gangguan Mobilitas fisik b/d nyeri,kekakuan (ankilosis),
spasme otot
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tekhnik mekanika
tubuh melindungi punggung
C.
INTERVENSI KEPERAWATAN :
1. Diagnosa Keperawatan : Nyeri berhubungan dengan proses
inflamasi
DS :
a.
Pasien mengatakan
nyeri pada pinggang
b.
Pasien mengatakan
tubuh terasa kaku
DO :
a.
Pasien tampak
menahan rasa sakit
b.
Pasien tampak susah
saat membungkuk
Intervensi Keperawatan :
Tindakan
Mandiri Perawat :
a.
Bimbing pasien
menjelaskan ketidaknyamanannnya mis, lokasi,beratnya,durasi,sifat, penjalaran
nyeri, penjelasan mengenai bagaimana nyeri dengan tindakan tertentu mis membuka
pintu garasi
R/ Membantu
menentukan pilihan intervensi dan memberikan dasar untuk perbandingan dan
evaluasi terhadap terapi
b.
Pertahankan tirah
baring dan mengubah posisi yang ditentukan untuk memperbaiki fleksi lumbal
dengan cara meletakkan pasien pada posisi semifowler dengan tulang spinal
,lutut dan pinggang dalam keadaan fleksi , posisi terlentang dengan atau tanpa
meninggikan kepala 10 – 30 derajat atau pada posisi lateral.
R/ Tirah baring
dalam posisi yang nyaman memungkinkan pasien untuk menurunkan spasme otot,
menurunkan penekanan pada bagian tubuh tertentu dan memfasilitasi terjadinya
tonjolan diskus dan reduksi
c.
Batasi aktivitas selama
fase akut sesuai kebutuhan
R/ menurunkan gaya
ravitasi dan gerak yang dapat menghilangkan spasme otot dan menurunkan edema
dan tekanan pada struktur sekitar diskus intervertebralis yang terkena.
d.
Gunakan logroll (
papan ,penopang ) dalam jangka waktu yang terbatas
R/ Mengurangi
fleksi, perputaran, desakan pada daerah belakang tubuh sehingga nyeri dan
spasme otot dapat berkurang.
e.
Ajarkan pernafasan
diafragma dan relaksasi
f.
Alihkan perhatian
pasien dari nyeri pada aktifitas lain mis nonton TV,membaca, bercakap – cakap
dll )
g.
Ajarkan imajinasi
berbibimbing dimana pasien yang telah relaks belajar memusatkan diri pada
kejadian yang menyenangkan .
Kolaborasi medis
a.
Berikan tempat
tidur ortopedik
R/ memberikan
sokongan dan menurunkan sokongan dan menurunkan fleksi spinal sehingga dapat
menurunkan spasme.
b.
Pemberian obat anti
radang non – steroid ( NSAID) seperti Indometasin, Analgesik seperti
asetaminofen dan relaksan otot
R/ Indometasin
memiliki kemampuan menghambat prostaglandin yang tinggi dan waktu paruh yang
lama .
c.
Konsultasikan ahli
tarapi fisik
R/ Program latihan/ peregangan
yang spesifik dapat menghilangkan spasme otot dan menguatkan otot – otot
punggung,ekstensor,atot abdomen,otot quadrisep untuk menigkatkan sokongan
terhadap daerah lumbal.
2. Diagnosa Keperawatan : Gangguan Mobilitas Fisik
berhubungan dngan nyeri,kekakuan (ankilosis), spasme otot
DS :
a.
Pasien mengatakan
tubuhnya terasa kaku
b.
Pasien mengatakan
susah untuk beraktivitas
DO :
a.
Pasien tampak sulit
beraktivitas
b.
Pasien tampak sulit
bergerak
Intervensi Keperawatan :
a. Pantau mobilitas fisik melalaui pengkajian kontinyu
,(bagaimana pasien bergerak dan berdiri).
b. Bantu pasien dalam melakukan ambulasi progresif ,
perubahan posisi harus dilakukan dengan perlahan dan dilakukan dengan bantuan
bila perlu.
R/ Keterbatasan aktivitas bergantung pada kondisi yang
khusus tetapi biasanya berkembang dengan lambat ssuai toleransi .
c. Dorong pasien mematuhi program latihan sesuai yang
ditetapkan , pada kebanyakan proram latihan dianjurkan pasien melakukan latihan
2 kali sehari yang bertujuan untuk memperkuat otot abdominal dan batang tubuh,
mengurangi lordosis,meningkatkan kelenturan dan mengurangi ketegangan pada
punggung.
R/ Latihan yang salah justru dapat memperberat
keadaan/menambah spasme otot.
3. Diagnosa Keperawatan : Kurang pengetahuan berhubungan
dengan tekhnik mekanika tubuh melindungi punggung
DS :
a.
Pasien mengatakan
tidak mengetahui tentang informasi penyakit yang dideritanya
DO :
a.
Pasien tampak tidak
mengerti tentang panyakit yang dideritanya
Intervensi Keperawatan :
a.
Jelaskan kembali
proses penyakit dan prognosis serta mekanika tubuh yang baik untuk memperbaiki
posisi tubuh.
R/ Pengetahuan
dasar yang memadai memungkinkan pasien untuk membuat pilihan yang tepat, dapat
meningkatkan kerjasama pasien mengenai program pengobatan .
b.
Berikan informasi
tentang berbagai hal dan instruksikan pasien untuk melakukan perubahan ”
makanika tubuh ” dengan melakukan latihan , termasuk informasi mengenai
mekanika tubuh untuk berdiri, duduk,berbaring dan mengangkat barang yang benar.
R/ Menurunkan
resiko terjadinya trauma berulang dari leher / punggung dengan menggunakan otot
– otot bokong.
c.
Penderita
dianjurkan setiap saat tegak, seolah-olah tumit, bokong, pundak, bahu, dan
belakang kepala selalu bersandar pada dinding.
R/ Posisi yang
benar dapat mempertahankan postur dan menghindari terjadinya kontraktur dalam
posisi fleksi dari bahu dan lutut.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Spondilitis ankilosis merupakan penyakit
rematik inflamasi sistemik kronik yang terutama menyerang sendi sakroiliaka.
Gejala klinik berupa manifestasi skletal dan ekstraskletal, biasanya dimulai
pada masa remaja, dan jarang di atas 40 tahun, lebih banyak pada pria daripada
wanita (5 : 1).
Latihan fisik secara teratur untuk
menjaga postur tubuh, mengurangi deformitas, dan memelihara ekspansi dada.
Latihan fisik terbaik ialah berenang.
Pengobatan dengan obat anti inflamasi
untuk mengontrol nyeri dan proses radang. Indometasin 75--150 mg/hari merupakan
pilihan pertama dan dapat dicoba menggunakan AINS lain bila tidak berhasil.
Penggunaan sufasalazin 2--3 gram perhari memberikan hasil yang memuaskan.
Pembedahan seperti artroplasti kokse atau koreksi deformitas spinal dapat
dipertimbangkan bila keluhan sangat terganggu.
B. Saran
Semoga dengan makalah ini baik pembaca dan penulis
dapat menambah pengetahuan tentang Spondilitis ankilosis . Dan penulis berharap
agar para pembaca dapat memberikan contoh untuk para siswa atau anak-anak dalam
proses pembelajaran .
Daftar Pustaka
3. Dawes T. Stoke ankylosing
spondylitis Spine score. J Rheum. 1999:26:247-50.
4. Radman GP, Schuaacher HR. Ankylosing
spondylitis. In: Primer on The Rheumatic Disease, 8th ed., The Arthritis
Foundation, Atlanta, 1983, 85-8.
5. Arnet FC. Spondyloarthropathies. In: Rich RR, Feisher TA, Schwartz BD,
Sheadrer WT, Strober W (Eds): Clinical Immunology Principles and Practice,
Mosby St. Louis, 1996, 1166-83.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar