BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. TUJUAN
PENULISAN
Tujuan
umum yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ilmiah ini adalah agar penulis
dan pembaca memperoleh pengetahuan dasar tentang gagal ginjal kronik. Serta penulis dapat
meningkatkan ilmu pengetahuan dan pemahaman penulis tentang gagai ginjal kronik.
C. RUMUSAN
MASALAH
1.
Apa yang dimaksud dengan gagal ginjal kronik?
2.
Coba anda jelaskan
tentang stadium gagal ginjal kronik?
3.
Bagaimana asuhan
keperawatan untuk gagal ginjal kronik?
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Gagal ginjal kronik merupakan penurunan faal ginjal
yang menahun yang umumnya tidak riversibel dan cukup lanjut. (Suparman, 1990:
349).
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal
ginjal yang progresif dan lambat, biasanya berlangsung dalam beberapa tahun
(Lorraine M Wilson, 1995: 812).
Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal
yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga
terjadi uremia. (Smeltzer & Bare, 2001).
B.
ETIOLOGI
Penyebab
dari gagal ginjal kronis antara lain :
1. Infeksi
saluran kemih (pielonefritis kronis).
2. Penyakit
peradangan (glomerulonefritis).
3. Penyakit
vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis).
4. Gangguan
jaringan penyambung (SLE, poliarteritis nodusa, sklerosis sitemik).
5. Penyakit
kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal).
6. Penyakit
metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme).
7. Nefropati
toksik.
8. Nefropati
obstruktif (batu saluran kemih) (Price & Wilson, 1994).
C.
PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron
(termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak
(hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi
volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan
penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk
berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak.
Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar
daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan
haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri
timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada
pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila
kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal
yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih
rendah itu. ( Barbara C Long, 1996, 368).
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme
protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah.
Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan
produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik
setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi
menjadi tiga stadium yaitu:
Ø Stadium
1 (penurunan cadangan ginjal)
Di tandai dengan
kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen (BUN) normal dan penderita
asimtomatik.
Ø Stadium
2 (insufisiensi ginjal)
Lebih dari 75% jaringan
yang berfungsi telah rusak (Glomerulo filtration Rate besarnya 25% dari
normal). Pada tahap ini Blood Ureum Nitrogen mulai meningkat diatas normal,
kadar kreatinin serum mulai meningklat melabihi kadar normal, azotemia ringan,
timbul nokturia dan poliuri.
Ø Stadium
3 (Gagal ginjal stadium akhir / uremia)
Timbul apabila 90%
massa nefron telah hancur, nilai glomerulo filtration rate 10% dari normal,
kreatinin klirens 5-10 ml permenit atau kurang. Pada tahap ini kreatinin serum
dan kadar blood ureum nitrgen meningkat sangat mencolok dan timbul oliguri.
(Price, 1992: 813-814)
D. PATHWAY
E. MANIFESTASI
KLINIS
Manifestasi
klinis antara lain (Long, 1996 : 369):
a) Gejala
dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan
berkurang, mudah tersinggung, depresi.
b) Gejala
yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak
nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis
mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
c) Manifestasi
klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi, (akibat
retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin –
aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan
berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh
toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang,
perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).
d) Manifestasi
klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
a. Sistem
kardiovaskuler
·
Hipertensi
·
Pitting edema
·
Edema
periorbital
·
Pembesaran vena
leher
·
Friction sub
pericardial
b. Sistem
Pulmoner
·
Krekel
·
Nafas dangkal
·
Kusmaull
·
Sputum kental
dan liat
c. Sistem
gastrointestinal
·
Anoreksia, mual
dan muntah
·
Perdarahan
saluran GI
·
Ulserasi dan
pardarahan mulut
·
Nafas berbau
amonia
d. Sistem
muskuloskeletal
·
Kram otot
·
Kehilangan
kekuatan otot
·
Fraktur tulang
e. Sistem
Integumen
·
Warna kulit
abu-abu mengkilat
·
Pruritis
·
Kulit kering
bersisik
·
Ekimosis
·
Kuku tipis dan
rapuh
·
Rambut tipis dan
kasar
f. Sistem
Reproduksi
·
Amenore
·
Atrofi
testis
F.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Menurut
Suyono (2001), untuk menentukan diagnosa pada CKD dapat dilakukan cara sebagai berikut:
1. Pemeriksaan
laboratorium
Menentukan
derajat kegawatan CKD, menentukan gangguan sistem dan membantu menetapkan
etiologi.
2. Pemeriksaan
USG
Untuk
mencari apakah ada batuan, atau massa tumor, juga untuk mengetahui beberapa
pembesaran ginjal.
3. Pemeriksaan
EKG
Untuk
melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis,
aritmia dan gangguan elektrolit.
G.
PENCEGAHAN
Obstruksi dan infeksi
saluran kemih dan penyakit hipertensi sangat lumrah dan sering kali tidak
menimbulkan gejala yang membawa kerusakan dan kegagalan ginjal. Penurunan
kejadian yang sangat mencolok adalah berkat peningkatan perhatian terhadap
peningkatan kesehatan. Pemeriksaan tahunan termasuk tekanan darah dan
pemeriksaan urinalisis.
Pemeriksaan kesehatan
umum dapat menurunkan jumlah individu yang menjadi insufisiensi sampai menjadi
kegagalan ginjal. Perawatan ditujukan kepada pengobatan masalah medis dengan
sempurna dan mengawasi status kesehatan orang pada waktu mengalami stress
(infeksi, kehamilan). (Barbara C Long, 2001)
H.
PENATALAKSANAAN
1. Dialisis
(cuci darah)
2. Obat-obatan: antihipertensi, suplemen besi,
agen pengikat fosfat, suplemen kalsium, furosemid (membantu berkemih)
3. Diit
rendah protein dan tinggi karbohidrat
4. Transfusi
darah
5. Transplantasi
ginjal
I.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Menurut
Doenges (1999) dan Lynda Juall (2000), diagnosa keperawatan yang muncul pada
pasien CKD adalah:
1. Penurunan
curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat.
2. Gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan udem sekunder: volume
cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O.
3. Perubahan
nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual,
muntah.
4. Perubahan
pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder, kompensasi melalui
alkalosis respiratorik.
5. Gangguan
perfusi jaringan berhubungan dengan suplai O2 ke jaringan menurun.
6. Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat, keletihan.
J.
INTERVENSI
1. Penurunan
curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat
Tujuan:
Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan kriteria hasil :
mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler.
Tujuan:
Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan kriteria hasil :
mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler.
Intervensi:
a. Auskultasi
bunyi jantung dan paru
R:
Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
b. Kaji
adanya hipertensi.
R:
Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem
aldosteron-renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal).
c. Selidiki
keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya (skala 0-10).
R:
HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
d. Kaji
tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
R:
Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia.
2. Gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema sekunder : volume
cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O).
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan dengan kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output
Intervensi:
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan dengan kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output
Intervensi:
a. Kaji
status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan masukan dan haluaran,
turgor kulit tanda-tanda vital.
b. Batasi
masukan cairan.
R:
Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan respon terhadap
terapi.
c. Jelaskan
pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan
R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan.
R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan.
d. Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat
penggunaan cairan terutama pemasukan dan haluaran.
R:
Untuk mengetahui keseimbangan input dan output.
3. Perubahan
nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah.
Tujuan:
Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan kriteria hasil: menunjukan
BB stabil.
Intervensi:
a. Awasi
konsumsi makanan / cairan
R:
Mengidentifikasi kekurangan nutrisi.
b. Perhatikan
adanya mual dan muntah.
R:
Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah atau
menurunkan pemasukan dan memerlukan intervensi.
c. Beikan
makanan sedikit tapi sering.
R:
Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan.
d. Tingkatkan
kunjungan oleh orang terdekat selama makan
R:
Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial.
e. Berikan
perawatan mulut sering
R:
Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai dalam mulut
yang dapat mempengaruhi masukan makanan.
4. Perubahan
pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder: kompensasi melalui
alkalosis respiratorik.
Tujuan:
Pola nafas kembali normal / stabil
Intervensi:
a. Auskultasi
bunyi nafas, catat adanya crakles
R:
Menyatakan adanya pengumpulan sekret.
b. Ajarkan
pasien batuk efektif dan nafas dalam
R:
Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2.
c. Atur
posisi senyaman mungkin.
R:
Mencegah terjadinya sesak nafas.
d. Batasi
untuk beraktivitas
5. R:
Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau hipoksia.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis.
Tujuan:
Integritas kulit dapat terjaga dengan kriteria hasil :
·
Mempertahankan
kulit utuh.
·
Menunjukan
perilaku / teknik untuk mencegah kerusakan kulit.
Intervensi:
Intervensi:
a. Inspeksi
kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler, perhatikan kadanya kemerahan.
R:
Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat menimbulkan
pembentukan dekubitus / infeksi.
b. Pantau
masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa
R: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan.
R: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan.
c. Inspeksi
area tergantung terhadap udem.
R:
Jaringan udem lebih cenderung rusak / robek.
d. Ubah
posisi sesering mungkin.
R:
Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan perfusi buruk untuk menurunkan
iskemia.
e. Berikan
perawatan kulit.
R:
Mengurangi pengeringan , robekan kulit.
f. Pertahankan
linen kering.
R:
Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit.
g. Anjurkan
pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk memberikan tekanan pada area
pruritis.
R:
Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko cedera.
h. Anjurkan
memakai pakaian katun longgar
R:
Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit.
6. Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat, keletihan.
Tujuan:
Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi.
Intervensi:
a. Pantau
pasien untuk melakukan aktivitas.
b. Kaji
fektor yang menyebabkan keletihan.
c. Anjurkan
aktivitas alternatif sambil istirahat.
d. Pertahankan
status nutrisi yang adekuat.
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Gagal
ginjal kronik merupakan penurunan faal ginjal yang menahun yang umumnya tidak
riversibel dan cukup lanjut. (Suparman, 1990: 349).
2. Gagal
ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat,
biasanya berlangsung dalam beberapa tahun (Lorraine M Wilson, 1995: 812).
3. Gagal
ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel
dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia. (Smeltzer & Bare, 2001).
4. Penyebab
dari gagal ginjal kronis antara lain :
1. Infeksi
saluran kemih (pielonefritis kronis).
2. Penyakit
peradangan (glomerulonefritis).
3. Penyakit
vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis).
4. Gangguan
jaringan penyambung (SLE, poliarteritis nodusa, sklerosis sitemik).
5. Penyakit
kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal).
6. Penyakit
metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme).
7. Nefropati
toksik.
8. Nefropati
obstruktif (batu saluran kemih) (Price & Wilson, 1994).
B. SARAN
Semoga dengan makalah ini baik pembaca dan penulis dapat menambah
pengetahuan tentang ca paru. Dan penulis berharap agar para pembaca bisa
menghindari penyakit ini dengan cara mencegahnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Carpenito,
Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC.
2. Doenges
E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC
3. Long,
B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan)
Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan
4. Price,
Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-proses
Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC
5. Smeltzer,
Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
6. Suyono,
Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.:
Balai Penerbit FKUI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar